Di hadapan 100 ribu pendukung merah-putih yg memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno, air mata itu tumpah. Di saksikan oleh jutaan pasang mata yg menonton melalui layar kaca, kami kembali tersungkur. Kesedihan itu kembali menyapa, kegetiran itu kembali menghampiri, rasa pahit itu kembali harus di telan, dan kegagalan itu harus kembali kita rasakan bersama..
Beberapa pemain nampak menangis tersedu-sedu, beberapa yg lain terlihat berkaca-kaca, sisanya nampak membuang tatapan nanar, kosong seakan tidak percaya. Sungguh sangat wajar jika mereka terlihat sangat sedih dan terpukul malam itu. Setelah mengawali gelaran piala AFF ini dengan begitu impresif dan elegan, akhirnya kami harus kembali tertunduk lesu..
Mari kita sedikit menengok ke belakang. Dengan hasil 6 kemenangan dan hanya 1 kali menelan kekalahan, ternyata kami belum juga mampu membawa pulang Trophy itu ke pangkuan ibu pertiwi. Bandingkan dengan pencapaian sang juara Malaysia, yg hanya berbekal tiga kemenangan, dua kali hasil seri dan dua kali kekalahan..
Sepakbola memang penuh misteri, terkadang hasil pertandingan tidak selamanya terlihat fair dan dapat diterima oleh akal sehat. Bagaimana tidak aneh, 3 kali kita berhadapan dengan Malaysia, dengan hasil 2 kemenangan dan 1 kekalahan, akan tetapi pada akhirnya merekalah yg keluar sebagai juara..
Aneh dan sedikit sulit di terima akal sehat bukan..?? Itulah sepakbola, Malaysia mengalami kekalahan di saat yg tepat, sedangkan kekalahan kita terjadi disaat-saat yg paling krusial dalam sebuah kejuaraan (Dan dalam skor yg juga cukup mencolok)..
Akan tetapi sekali lagi, itulah sepakbola. Sama persis dengan apa yg pernah saya sampaikan dalam artikel (Indonesia Masih Bisa: 2010), “Football is an unpredictable thing. Some results will make you shock, but that’s the thing that makes it passionate, the mystery in it”..
Sehari setelah Indonesia memastikan diri masuk final, kami sempat diundang dalam sebuah acara makan siang oleh Bpk Aburizal Barkie di kediaman beliau. Saat ramah tamah, saya sempat berbicara di depan semua yg hadir dalam acara tersebut. Dan jika saya tidak salah, acara tersebut juga di siarkan secara LIVE oleh salah satu stasiun TV swasta di negeri ini..
Ketika itu saya berbicara demikian, “Ini bukanlah final pertama untuk kita (Indonesia), ini adalah final ke 4 setelah pada 3 final sebelumnya kita selalu gagal. Keberhasilan ini memang patut di rayakan, akan tetapi seharusnya tidak mengurangi fokus dan konsentrasi kita di 2 laga final, yg menurut saya sangat berat”..
Dan ternyata apa yg saya khawatirkan menjadi kenyataan. Kita sempat kehilangan konsentrasi pada pertandingan leg pertama di stadion Bukit Jalil. Hal tersebutlah yg mengakibatkan kita harus menerima 3 gol hanya dalam waktu kurang lebih 15 menit. Iya, bencana 15 menit yg membuat kita harus bekerja dengan sangat keras di Jakarta pada leg ke dua..
Saya kurang sependapat dengan beberapa kalangan yg menyalahkan keberadaan sinar laser di stadion Bukit Jalil, ketika itu. Iya, sinar laser tersebut memang sedikit banyak mengganggu, akan tetapi alangkah kurang bijaksana jika kita menjadikan hal tersebut sebagai alasan utama atas kekalahan kita malam itu…
Usai pertandingan, banyak sekali pengamat (Baik yg mengerti maupun yg kurang mengerti tentang sepakbola) menyalahkan para punggawa timnas yg dalam pandangan mereka bermain sangat buruk. Beberapa pemain mendapatkan sorotan yg sangat tajam dan bahkan beberapa pemain tersebut di nilai tidak pantas berseragam merah-putih..
Bagi saya pribadi, hal tersebut sungguh sangat menggelikan. Saya memang sependapat jika beberapa pemain sempat melakukan kesalahan. Akan tetapi bukankan secara keseluruhan dalam 5 pertandingan sebelumnya, mereka telah melakukan kerja yg luar biasa bagi tim ini. Apakah anda sekalian lupa akan fakta tersebut..??
“Setiap orang yg berusaha dan bekerja dengan keras, suatu saat pasti akan membuat kesalahan. Sedangkan mereka yg hanya duduk berdiam diri serta berpangku tangan, tidak akan pernah berbuat salah”
Sebagai pemimpin dari tim ini, saya tidak akan pernah membiarkan salah satu pemain tertinggal di belakang. Saya akan selalu pastikan, jika semua pemain tetap bergandengan tangan dan berjalan di garis horizontal yg sama. Seperti yg pernah saya sampaikan dalam artikel (Indonesia Masih Bisa : 2010) “Sebagai sebuah tim, kita menang bersama-sama dan sudah seharusnya kita juga kalah kalah bersama-sama”..
Dan pada akhirnya, sayalah yg akan bertanggung jawab mengenai apapun yg terjadi di dalam tim ini (Tentu di luar konteks Manager dan Pelatih kepala). Saya adalah pemain yg berbicara atas nama tim ketika konferensi pers sesaat setelah laga final digelar. Iya, saya sengaja datang dalam konferensi pers tersebut, karena itu merupakan tanggung jawab saya, sekali lagi itu merupakan tanggung jawab saya..
Saat itu, di depan seluruh wartawan baik dalam maupun luar negeri yg hadir, saya berbicara demikian:
“Awal sekali tahniah (Selamat) untuk Malaysia, yg telah berhasil memenangi gelar AFF Cup tahun ini.. Dan mengenai tim Indonesia, menurut saya tidak ada yg salah dengan tim ini, kami berhasil memenangkan pertandingan malam ini, hanya saja kami tidak mampu untuk menjadi juara.. Terima kasih atas dukungan dari semua pihak yg terkait dan selamat malam”
Diantara seluruh punggawa merah-putih, mungkin saya adalah pemain yg paling terpukul dengan kegagalan tersebut. Ini merupakan kegagalan saya untuk yg kesekian kalinya, pertandingan melawan Malaysia di final itu sendiri, adalah penampilan saya ke 86 untuk merah-putih dalam kurun waktu 11 tahun, 5 bulan, 3 minggu dan 5 hari (Tanpa ada satupun gelar tim penting yg mampu saya raih). Dan mungkin, pertandingan tersebut juga akan menjadi penampilan saya yg terakhir untuk Indonesia (Semoga saja tidak)..
Sejujurnya malam itu saya ingin menangis, akan tetapi hati kecil saya mengatakan “JANGAN”. Sebagai pemain senior, tentu saya bertanggung jawab untuk membesarkan hati seluruh punggawa tim ini. Saya harus tetap memelihara keyakinan seluruh pemain, jika masih ada hari esok. Saya harus tetap memberi semangat kepada mereka, jika kegagalan ini bukanlah akhir dari segalanya. Saat itu, saya berusaha sebisa mungkin untuk terlihat tegar, walaupun sejujurnya hati saya juga retak..
Saya menepuk pundak Hamka, Maman, Markus, Nasuha, Zulkifli, Christian, Bustomi dan beberapa pemain yg lain sambil berkata, “Hey,, kita sudah melakukan yg terbaik kawan, tidak ada yg perlu di sesalkan’. Saya juga sempat memeluk Irfan Bachdim yg tengah menangis dan berkata, “It’s ok Irfan, maybe next time bro, maybe next time”. Saya juga menghampiri Arif Suyono yg nampak menangis tersedu-sedu di ujung bangku cadangan sembari berbisik, “Isin rek ketok no TV nangismu hehehe” (Malu ah loe nangis keliatan di TV itu hehehe)..
Tidak lupa, saya juga membesarkan hati Firman Utina, yg tengah merasa sangat bersalah dengan kegagalannya dalam menuntaskan tendangan 12 pas malam itu. Ketika itu saya berkata “Terlepas dari kegagalan pinalti tadi, loe udah nglakuin tugas yg luar biasa buat tim ini Man. Siapapun bisa gagal pinalti sob, gue juga sering. Loe pantes jadi pemain terbaik AFF kali ini Man, Selamat..!!”..
Saya berkewajiban membesarkan hati seluruh pemain yg sebagian besar masih berusia muda, karena mereka masih mempunyai masa depan yg sangat panjang. Di depan mereka, sudah menunggu sebuah tanggung jawab yg juga tidak kalah besar di event-event berikutnya di antarnya Sea Games, Pra Olimpiade maupun Penyisihan Piala Dunia yg akan di helat dalam waktu dekat..
Kekalahan ini memang sangat menyakitkan, akan tetapi tidak seharusnya hal tersebut diratapi dengan terlalu berlebihan. Kegagalan ini memang menyisakan kepedihan, akan tetapi hal itu jangan sampai memadamkan semangat dan mimpi kita bersama, untuk memajukan persepakbolaan negeri ini..
Karena, keyakinan itu hendaknya harus tetap ada di hati kita semua. Semangat itu harus tetap menggelora di jiwa kita bersama. Sehingga sudah seharusnya, jika kita tetap berteriak dengan lantang:
“Tetap Semangat Garudaku…!!!”
Selesai…